Terbentuknya Batu Satam ini memang tidak begitu saja muncul. Namun batu tersebut muncul karena adanya peristiwa alam yakni jatuhnya meteor. Berdasarkan sebuah catatan ilmiah didapati bahwa sekitar 700 ribu tahun yang lalu ada sebuah meteror yang jatuh ke beberapa negara seperti Cekoslovakia, Arab, Australia dan Indonesia. Khusus batu meteor yang jatuh ke Indonesia yakni di Pulau Belitung, meteor ini bereaksi dengan lapisan bumi yang mengandung tambang timah yang memang melimpah di Belitung. Nah dari reaksi meteor dengan timah inilah kemudian menghasilkan sebuah batu berwarna hitam bernama Satam.
Pulau Belitung memang memiliki sejuta pesona yang tiada habisnya untuk ditelusuri. Selain pantainya yang eksotik, budaya dan makanannya yang khas, di Pulau yang dikenal sebagai negeri Laskar Pelangi ini Anda juga bisa mendapati sebuah batu permata yang indah bernama Batu Satam.
Batu Satam sendiri memiliki karakteristik atau ciri khas yang berbeda dengan batu-batu lainnya. Dari bentuknya, Batu Satam terdiri dari beberapa jenis, yakni ada yang lonjong, bulat dan ada pula yang bentuknya tak beraturan karena sudah terbelah atau pecah. Batu Satam yang sudah terbelah atau pecah sendiri sering disebut suiseki. Sementara itu ciri khas dari Batu Satam bisa dikenali dari permukaannya yang mempunyai goretan yang terukir secara alami dan tergesek melalui arus air di bawah tanah. Batu Satam biasanya akan kita jumpai pada kedalaman lapisan tanah dengan kedalaman antara 50 meter-an dengan kandungan yang variatif seperti timah, alumunium, besi dan silikat.
Batu Satam tergolong batu yang langka. Karena kelangkaannya tersebut tidak sedikit orang, terutama pecinta batu memburu batu yang indah dan unik ini. Batu yang berwarna hitam dan punya urat-urat yang khas ini sendiri juga memiliki nama lain yaitu Billitonit dan Taktite. Karena Batu Satam ini memang hanya ditemukan di Pulau Belitung, maka batu ini kemudian ditetapkan sebagai ikon dari ibu kota Belitung yakni Tanjung Pandan. Selain kedua nama tersebut, Batu Satam juga sering disebut Batu Meteorit, Empedu Pasir atau Upil Naga.
Munculnya istilah Billitonit dari Batu Satam adalah karena adanya penelitian dan penamaan yang dilakukan oleh ilmuan Belanda bernama Ir. N. Wing Easton yang meneliti Batu Satam pada tahun 1922. Sementara itu istilah Taktite muncul oleh karena penelitian terhadap Batu Satam yang dilakukan oleh ilmuan lainnya. Selain itu Batu Satam ini juga pernah diteliti dan diuji oleh Fakultas MIPA Universitas Padjajaran dan Laboratorium Kimia Mineral dan Lingkungan.
Dengan keindahan yang dimiliki, batu yang berasal dari meteor ini seringkali dijadikan atau dibuat sebagai perhiasan. Maka dari itu jika beribur ke Pulau Belitung ini kita akan menjumpai cinderamata Batu Satam yang berwujud cincin, liontin, giwang dan lain sebagainya. Namun Batu Satam tidak hanya menghadrikan keindahan dan kecantikan saja. Sebab beberapa orang menyakini bahwa Batu Satam ini memiliki kekuatan khusus. Beberapa kekuatan yang diyakini oleh beberapa orang dari Batu Satam ini adalah menangkal ilmu hitam, menangkal gangguan jin dan setan, menangkal santet dan teluh, menangkal sihir jahat dan gendam serta kekuatan supranatural lainnya. Bahkan ada yang meyakini bahwa Batu Satam ini mampu menetralisir aura negatif dan memancarkan aura positif dalam diri seseorang.
Kemunculan Batu Satam sendiri pertama kali ditemukan tahun 1973 di Pulau Belitung. Saat itu seorang penambang timah beretnis China tidak sengaja menemukan Batu Satam di Desa Buding, Kecamatan Kelapa Kampit. Ketika itu batu yang istimewa ini ditemukan pada kedalaman 50 meter. Karena penemunya waktu itu bernama Sa Tam maka batu yang indah tersebut pun diberi nama Satam. Uniknya nama Satam ini mempunyai arti dimana Sa bermakna pasir dan Tam berarti empedu. Jadi secara harfiah maka Satam mempunyai arti empedu pasir.
Komentar Batu Satam