Prosesi Buang Jong ini dimulai dengan melakukan Berasik yaitu memanggi makhluk halus dengan pembacaan doa oleh pemuka adat Suku Sawang. Ketika prosesi ini dilakukan maka akan terjadi perubahan gejala alam seperti ombak laut yang tiba-tiba membesar atau bertiupnya angin yang kencang. Setelah Berasik, prosesi Buang Jong diteruskan dengan Tarian Ancak yang dilangsungkan di hutan.
Tarian ini dilakukan oleh seorang pria dengan cara menggoyang-goyangkan replika kerangka rumah ke empat arah mata angin. Dengan iringan suara gong dan gendang, tarian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengundang roh penguasa lautan agar nantinya saat puncak prosesi bisa ikut bergabung. Tarian Ancak sendiri diakhiri dengan si penari yang memanjat tiang tinggi (jitun) dengan kesurupan.
Suku Sawang yang merupakan masyarakat tradisional di Pulau Belitong dikenal memiliki tradisi yang unik bernama Buang Jong. Karena dulu Suku Sawang ini selalu hidup di lautan maka tradisi Buang Jong juga berhubungan dengan laut. Upacara yang biasanya daerah pantai ini bisa Anda saksikan salah satunya di Tanjung Pendam, Kecamatan Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung.
Tahapan berikutnya dari Buang Jong adalah jual-beli jong. Tahap yang satu ini Suku Sawang akan melakukan kegiatan transaksi jual-beli dengan orang darat. Menariknya, aktivitas jual-beli ini dilakukan tidak menggunakan uang tapi dengan metode barter atau pertukaran barang. Prosesi jual-beli jong ini sendiri memiliki arti dan makna yang berarti bagi Suku Sawang dan orang darat yakni persahabatan dan kerukunan. Pada acara ini juga ada kesepakatan antara Suku Sawang dan orang darat untuk saling mendukung dan saling mengajukan permintaan. Kesepatakan yang ditengahi oleh dukun ini berisi permintaan Suku Sawang agar tidak dimusuhi saat berada di darat dan orang darat yang meminta agar orang laut mendapat banyak rejeki untuk bisa memenuhi kebutuhan pangannya.
Dalam istilah setempat Buang Jong memiliki arti melepaskan atau membuang perahu kecil (Jong) ke lautan. Di dalam jong ini sendiri ada beberapa sesajian (sesajen) dan juga ancak (semacam replika kerangka rumah yang melambangkan tempat tinggal). Tradisi Buang Jong yang dilakukan oleh Suku Sawang ini bisanya dilaksanakan antara bulan Agustus – November. Pada bulan-bulan tersebut memang angin dan ombak laut sedang besar karena ada angin musim barat yang berhembus. Nah ketika angin musim Barat ini berhembus, Suku Sawang merasa bahwa sudah tiba saatnya untuk melakukan larung laut yang dikenal dengan Buang Jong ini sebagai bentuk persembahan kepada penguasa laut.
Selain sebagai persembahan kepada penguasa laut, tradisi Buang Jong ini dilakukan dengan tujuan untuk meminta perlindungan kepada penguasa laut agar senantiasa dilindungi dari bencana ketika melaut dan menangkap ikan. Upacara Buang Jong yang puncaknya dilakukan larung miniatur kapal beserta sesaji di dalamnya ini memiliki prosesi yang terbilang lama hingga dapat berlangsung antara dua hari dua malam. Setelah prosesi puncak yakni pelarungan sesaji dan miniatur kapal maka masyarakat Suku Sawang akan dilarang melaut untuk tiga hari ke depan.
Acara Buang Jong selanjutnya adalah Beluncong yang merupakan kegiatan menyanyi lagu-lagu khas Suku Sawang dengan iringan alat musik sederhana. Tahap terahir sebelum acara puncak larung sesaji dan miniatur kapal adalah Nyalui yakni mengenang arwah orang-orang yang sudah meninggal dengan cara menyanyi.
Tarian yang juga dilakukan dalam rangkaian prosesi Buang Jong adalah Tari Sambang Tali. Untuk tari yang satu ini dimainkan oleh sekelompok pria yang mempersepsikan kehidupan nelayan di lautan. Selanjutnya, Buang Jong akan diteruskan dengan ritual Numbak Duyung dengan cara mengikatkan tali pada sebuah tombak sambil membaca mantra. Setelah Numbak Duyung, prosesi Buang Jong dilanjutkan lagi dengan memancing ikan di laut. Jika kemudian ikan yang dipancing diperoleh dalam jumlah banyak, maka orang yang memancing dilarang untuk mencuci tangan di laut.
Komentar Buang Jong
Tradisi yang unik, terima kasih atas informasinya
balas