Kerajaan Badau adalah kerajaan pertama dan tertua di Belitung. Kerajaan ini berdiri sejak abad ke-15 dengan pusat pemerintahannya yang berada di sekitar daerah Pelulusan. Raja pertama dari Kerajaan Badau sendiri bernama Datuk Mayang Gresik. Dalam sejarahnya, Kerajaan Badau pernah mengusai beberapa daerah seperti Badau, Bentaian, Bange, Simpang Tiga, Ibul, Buding, Gantung dan Manggar. Jejak peninggalan Kerajaan Badau sendiri sekarang bisa dilihat di Museum Badau yang berada di Jl. Abdul Rahman No.1, Desa Badau, Kecamatan Badau, Belitung.
Kerajaan Badau
Datuk Mayang Gresik ini memang bukan penduduk asli Belitung. Jadi Datuk Mayang Gresik sejatinya merupakan bangsawan dari Jawa atau Kerajaan Majapahit yang datang ke Belitung di tahun 1500 Masehi. Kedatangan Datuk Mayang Gresik ke Belitung sendiri adalah untuk mencari obat atas anjuran Sultan Badarudin guna mengobati penyakit yang sedang di deritanya. Sesampainya di Belitung, Datuk Mayang Gresik menuju ke sungai Cerucuk. Karena di sepanjang jalur pelayaran sungai Cerucuk ini banyak didapati ancaman bajak laut dan lanun, Datuk Mayang Gresik pun kemudian menetap di Kota Karang (Cerucuk). Karena Kota Karang masih dianggap kurang aman, Datuk Mayang Gresik pun terus mencari tempat dengan menelusuri sungai Cerucuk hingga ke bagian hulu sungai dan masuk sungai Berang. Dari sini Datuk Mayang Gresik pun mendapatkan tempat untuk menetap di kaki gunong badau (daerah Pelulusan).
Setelah mendapatkan obat yang dicari, Datuk Mayang Gresik mayang kemudian menetap dan menikah dengan penduduk setempat. Dari pernikahan Datuk dengan penduduk setempat ini kemudian lahir putranya yang bernama Batin Badau. Tidak hanya menetap dan menikah, tapi Datuk Mayang Gresik kemudian memerintah dengan menaklukkan daerah sekitarnya seperti Badau, Simpangtige, Bangek, Bentaian, Ibul hingga daerah Manggar, Buding, Manggar dan Gantong. Pemerintahan dari Datuk Mayang Gresik sendiri dikenal sebagai pemerintahanan yang arif dan bijaksana itu. Datuk Mayang Gresik kemudian meninggal dan dimakamkan di atas gunong lilangan.
Kerajaan Badau
Setelah Datuk Mayang Gresik (Ngabehi Badau), pemerintahan Kerajaan Badau berturut-turut dipimpin oleh :
Kerajaan Badau
Batin Badau (Ngabehi Badi Patah), Datuk Badau (Datuk Padu),
Datuk Deraim,
Kerajaan Badau
Datuk Abdul Rahman,
Datuk Abdul Awal,
Kik Moh Arif,
Djuki
Djohar, keturunan terakhir yang kini menjadi salah satu Juru Kunci Museum Badau.
Sepeninggal Datuk Mayang Gresik, tahta kerajaan diteruskan oleh Batin Badau yang merupakan putra makota dan puta dari Datuk Mayang Gresik. Namun pemerintahan Datuk Badau ini tidak bertahan lama dan beliau pun dimakamkan di kaki gunong Badau di samping makam ibunya. Pemerintahan Kerajaan Badau selanjutnya dipimpin oleh Datuk Badau yang tidak banyak diketahui hal-hal yang dilakukan. Hanya makamnya saja yang diketahui yang berada di samping makam Datuk Mayang Gresik. Pemerintahan berikutnya adalah Datuk Deraim yang juga tidak diketahui secara jelas apa-apa yang telah dilakukannya. Datuk Deraim sendiri wafat dan diketahui dimakamkan di gunong lilangan.
Setelah Datuk Deraim wafat, Kerajaan Badau diteruskan oleh Datuk Abdul Rachman yang pada masanya wilayah Belitung dijajah oleh Belanda. Pada masa kekuasaan Belanda tersebut, Datuk Abdul Rachman diangkat oleh Belanda sebagai kepala Distrik Badau dengan besluit No.15 tanggal 25 Oktober 1853. Sayang, dengan mengenaskannya, gaji yang diperoleh Datuk Abdul Rachman ini berasal dari kerja rakyat yang bekerja selama lima hari dalam setahun secara berkelompok. Dari sini terlihat begitu kejamnya penjajahan Belanda. Saat Datuk Abdul Rachman berhenti dari pekerjaannya, beliau kemudian dipindahkan ke Tanjungpandan dengan jabatan baru sebagai mandor kampong.
Pengganti Datuk Abdul Rachman adalah Datuk Abdul Lawal yang menetap di Badau dan diangkat sebagai mandor kampong Badau. Sepeninggal Datuk Abdul Lawal adalah putranya yang bernama Kik Mohammad Arief. Saat Kik Mohammad Arief memerintah, jabatan mandor kampong diganti menjdi dengan pangkat lurah kampong Badau. Selain memerintah sebagai lurah, Kik Mohammad juga memegang alat-alat kebesaran dan kekuasaan yang sudah turun-temurun. Kik Mohammad Arief sendiri memiliki tujuh anak dimana anak sulungnya yakni Djamal yang kemudian meneruskan pemerintahan Kerajaan Badau. Selanjutnya anak dari Djamal ternyata tidak mampu memegang alat-alat kebesaran dan kekuasaan Kerajaan Badau. Akhirnya tahta Kerajaan Badau diserahkan kepada adik kandung Kik Mohammad Arief yang bungsu bernama Kik Djoeki. Kik Djoeki sendiri menyimpan alat-alat kebesaran dan kekuasaan ini di kampung Badau. Sepeninggal Kkik Djoeki, estafet kepemimpinan dilanjutkan oleh anak sulungnya bernama Djohar yang telah menjadi salah satu Juru Kunci Museum Badau.
Komentar